Minggu, 14 Maret 2010

Induktif dan Deduktif

Bernalar adalah suatu proses berpkir yang menyangkut cara mengambil/menarik suatu kesimpulan sebagai suatu pengetahuan menurut suatu alur atau kerangka berpikir tertentu.

Ada dua macam penalaran ilmiah. Pertama, penalaran induktif. Kedua, penalaran deduktif. Dua macam penalaran tersebut menunjuk pada dua cara menarik kesimpulan.

Penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang kasus-kasus individual (khusus). Penalaran induktif berkaitan erat dengan pengamatan inderawi (observasi) atas kasus-kasus sejenis lalu disusunlah pernyataan-pernyataan yang sejenis pula sebagai dasar untuk menarik kesimpulan yang berlaku umum. Misalnya observasi terhadap 10 batang logam yang dipanasi berturut-turut dengan hasil “sama” yakni memuai. Pengamatan itu secara formal dapat disusun sebagai suatu bentuk penalaran formal sebagai berikut:

“Logam 1 dipanasi dan memuai.

Logam 2 dipanasi dan memuai.

Logam 3 …

Logam 10 dipanasi dan memuai.

Jadi, semua logam dipanasi dan memuai.”

Skema Induksi pengetahuan yang lebih umum

Kenyataan

Pengetahuan yang lebih konkrit dan khusus

Dari contoh di atas terlihat bahwa kesimpulan dalam penalaran induktif merupakan generalisasi sehingga kesimpulan itu pasti lebih luas dari premis atau titik pangkal pemikiran. Dengan demikian selalu ada bahaya bahwa orang menarik kesimpulan umum dari alasan yang tidak mencukupi, atau menganggap sudah pasti sesuatu yang belum pasti. Generalisasi tergesa-gesa dapat menjerumuskan kita sehingga kita menarik kesimpulan umum tentang sesuatu yang sebenarnya tidak berlaku umum. Untuk itu perlu dipelajari secara ilmiah syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dari jumlah kejadian yang kecil atau sedikit – sebagai sample kita dapat menarik kesimpulan yang berlaku umum tanpa melanggar kebenaran.

Penalaran induktif bertitik tolak dari kasus-kasus individual dan menarik kesimpulan umum. Kesimpulan dalam penalaran induktif tersebut merupakan sintesis atau penggabungan dari apa yang disebut sebagai titik pangkal pemikiran/premis, maka penalaran induktif disebut juga penalaran sintesis. Karena itu pula penalaran induktuf tidak bersifat sahih atau tidak sahih melainkan apakah kesimpulan dari suatu penalaran induktif lebih probabel dibandingkan dengan yang lain. Kalau begitu benarnya kesimpulan dalam penalaran induktif bergantung pada sample yang dijadikan alasan. Kalau alasan (premis) mencukupi maka kesimpulan benar (bukan pasti benar); sedangkan jika alasan (premis) tidak mencukupi maka kesimpulannya mungkin benar.

Dalam penalaran deduktif, penarikan kesimpulan bertitik tolak dari penyataan-pernyataan yang bersifat umum, kita menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif memakai pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme adalah argumentasi yang terdiri dari tiga penyataan. Dalam silogisme itu, dari dua penyataan yang sudah diketahui (premis), kita turunkan pernyataan yang ketiga (kesimpulan).

Misalnya:

“Semua manusia akan mati.

Socrates adalah malaikat.

Jadi, Socrates akan mati.”

Pengetahuan yang telah umum

Deduksi

Kenyataan

Pengetahuan yang konkrit/khusus

Kunci untuk mengerti argumen di atas adalah istilah “manusia” pada pernyataan pertama dan pernyataan kedua. Artinya kalau diketahu bahwa “semua manusia akan mati” dan “Socrates adalah manusia” maka konsekuensi logisnya adalah “Socrates akan mati”. Kesimpulan bahwa “Socrates akan mati” merupakan hasil analisa dari dua pernyataan alasan (“ semua manusia akan mati”). Maka kesimpulan dalam penalaran deduktif bersifat analistis – tautologis sebab kesimpulan itu sudah termuat dalam titik pangkal pemikiran. Di sinilah penalaran deduktif bersifat sahih (kalau kesimpulannya diturunkan secara logis dari premis) atau tidak sahih (kalau kesimpulannya tidak diturunkan secara logis dari premis). Kesimpulan penalaran deduktif pasti 100% kalau argumentasi benar dari segi logika formal.

Misalnya:

“1 + 1”. ‘1 + 1” adalah premis (titik pangkal, alasan, atau data yang diketahui). “2” adalah kesimpulan yang pasti 100% sebab diturunkan secar alogis dari “1+1”. Kesimpulan itu (“2”) secara implisit sudah ada pada premis maka kesimpulan (“2”) tidak lebih luas dari premis itu. Kesimpulan “2” itu adalah hasil analisis atas premis “1+1”.

Manakah unsur-unsur penalaran deduktif?

Unsur-unsur penalaran deduktif dapat dikategorikan berdasarkan dua aspek. Pertama, aspek kegiatan mental. Kedua, aspek ekspresi verbal.

Unsur-unsur penalaran deduktif yang merupakan aktivitas akal budi meliputi pengertian/konsep, putusan, dan penyimpulan. Ketiga unsur tersebut terungkap secara verbal dalam bentuk kata/kelompok kata (term), pernyataan/kalimat berita (proporsial), dan rangkaian logis tiga pernyataan (silogisme).

Tabel

Induksi Deduksi
Proses pemikiran yang di dalamnya akal kita bertolak dari pengetahuan tentang beberapa kejadian/peristiwa/hal yang lebih konkret atau “khusus” lalu menyimpulkan hal yang lebih “umum”. Proses pemikiran yang di dalamnya akal kita bertolak dari pengetahuan yang lebih “umum” untuk menyimpulkan hal yang lebih “khusus”.
Kesimpulan dalam penalaran induktif bersifat generalisasi, sintesis karena itu tidak menjamin kepastian mutlak. Kesimpulan dalam penalaran deduktif bersifat analitis karena itu pasti seratus persen kalau argumentasinya sahih dari sudut logika formal.
Penalaran induktif tidak bersifat sahih/tidak sahih melainkan apakah satu penalaran induktif lebih probabel (tergantung sampel yang dijadikan alasan penyimpulan) dari yang lain. Tinggi rendahnya kadar kebolehjadian dalam kesimpulan bergantung pada alasan. Kalau alasan cukup, kesimpulan benar, kalau alasan tidak cukup kesimpulan mungkin benar. Penalaran deduktif bersifat sahih kalau kesimpulan relevan pada alasan/premis atau tidak sahih kalau kesimpulan tidak relevan pada proses.
Penalarn induktif tidak bisa siap dipakai untuk membenarkan induksi. Penalaran deduktif adalah dasar untuk membangun dan menilai prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar